Oleh : Ode Riswanto, S.HI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Makalah ini akan membahas tentang
istilah yang sudah tidak asing lagi bagi kalangan para remaja sekarang ini,
yaitu “Pacaran”, meliputi definisi, tipe-tipe pacaran, pacaran dalam
perspektif hukum Islam dan konsep Islam dalam mengatur remaja yang sedang jatuh
cinta dan berkeinginan untuk menikah.
Topik di atas penting untuk dibahas
karena “pacaran” merupakan hal
yang sudah biasa dilakukan oleh sebagian besar orang terutama di kalangan para
remaja pada umumnya, baik yang bertujuan untuk menikah ataupun hanya sebagai
wadah untuk menikmati masa muda mereka, dimana mereka sebenarnya ada yang tidak
tahu bagaimana hukum “pacaran” itu yang benar menurut agama. Selain itu, akibat
dari “pacaran” juga tidak jarang yang
menimbulkan konflik dan juga merugikan berbagai pihak, diantaranya adalah putus
sekolah, hamil di luar nikah, pernikahan dini, aborsi bahkan ada juga yang
sampai bunuh diri. Oleh karena itu, penulis menganggap masalah “pacaran” ini
memang sangat penting untuk dibahas agar kita dapat mengetahui dan memahaminya
sesuai norma agama.
Berlatar belakang masalah tersebut di
atas, maka penulisan makalah ini kami beri judul “Pacaran Islami”
B.
Rumusan masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.
Apa definisi pacaran ?
2.
Bagaimana tipe-tipe pacaran pada
umumnya ?
3.
Bagaimana pacaran dalam
perspektif hukum Islam ?
4.
Bagaimana konsep Islam mengatur
hubungan sepasang remaja yang sedang jatuh cinta ?
C.
Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar kita mengetahui
:
1.
Definisi pacaran
2.
Tipe-tipe pacaran pada umumnya
3.
Pacaran dalam perspektif hukum Islam
4.
Konsep Islam dalam mengatur hubungan
sepasang remaja yang sedang jatuh cinta
BAB II
PACARAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
A.
Definisi Pacaran
Pacaran dalam bahasa
Indonesia berasal dari kata dasar “pacar”, yang kemudian diberi akhiran–an.
Terdapat beberapa pengertian pacaran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu
:
a.
Pacar (n) : teman lawan jenis yang
tetap dan mempunyai hubungan
berdasarkan cinta kasih ; kekasih,
b.
Berpacaran :
bercintaan, berkasih-kasihan,
c.
Memacari :
menjadikan sebagai pacar; mengencani.[1]
Kalau demikian itu pengertiannya, maka
pacaran hanya merupakan sikap batin, namun kalangan sementara orang-khususnya
remaja, sikap batin ini disusul dengan tingkah laku berdua-duaan, saling
memegang , dan seterusnya.[2]
Dalam Bahasa Indonesia, pacar diartikan
sebagai teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan batin, biasanya
untuk menjadi tunangan dan kekasih. Dalam praktiknya, istilah pacaran
dengan tunangan sering dirangkai menjadi
satu. Muda-mudi yang pacaran, kalau ada kesesuaian lahir batin, dilanjutkan
dengan tunangan. Sebaliknya, mereka bertunangan
biasanya diikuti dengan pacaran. Agaknya, pacaran di sini, dimaksudkan
sebagai proses mengenal pribadi masing-masing, yang dalam Islam disebut dengan
“Ta’aruf”(saling kenal-mengenal).[3]
B.
Tipe-Tipe Pacaran
Tipe pacaran menurut Muhammad Muhyidin
dalam bukunya “Pacaran Setengah Halal Setengah Haram” terbagi menjadi
dua, yaitu :
Pacaran yang memperbodoh ini dapat
didefinisikan secara ringkas sebagai wujud dari pacaran yang menjadikan
sepasang kekasih terjauhkan dari nilai-nilai moral agama (moralitas agama).
Secara
lebih jelasnya, kita menemukan bahwa ternyata ada tiga maksud dari istilah
pacaran yang memperbodoh diri menurut sudut pandang kita sebagai orang yang
beriman, yaitu :
a.
Pacaran yang ditandai dengan perilaku
sepasang kekasih yang berkencan berdua-duaan hingga melakukan hal-hal yang
terlarang.
b.
Pacaran yang menyebabkan para pecinta
mengalami kerusakan secara psikis.
c.
Pacaran yang menyebabkan para pecinta
mengalami kerusakan fisik.[4]
2.
Pacaran yang mencerdaskan
Pacaran
yang mencerdaskan adalah apabila seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
sedang terlibat hubungan asmara dan mereka bisa mencapai kebahagiaan,
kenyamanan dan kedamaian karena menjadikan Allah SWT sebagai poros cinta
mereka. Ialah pacaran yang menjadikan
Allah SWT., Sebagai pusat cinta, menjadikan keridhaan-Nya sebagai tujuan
cinta, dan menjadikan cinta-Nya sebagai acuan untuk mengembangkan cinta di
antara mereka.
Dengan
cara demikian, para pecinta dan para kekasih yang dicinta tidak akan pernah
merasakan gejolak jiwa yang justru membuat diri mereka sendiri celaka.
Kerinduan, kecemasan, kekhawatiran, ketakutan dan sifat-sifat yang cenderung
negatif lainnya sebagai sifat umum, yang dirasakan oleh para pecinta tidak akan
membuat pecinta terluka oleh sebab yang dicinta tidak memenuhi harapannya.[5]
Islam sebenarnya telah memberikan
batasan-batasan dalam pergaulan antara laki-laki dengan perempuan. Misalnya,
kita dilarang untuk mendekati zina. Seperti tersebut dalam surat Al-Isra’ ayat
32 :
وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى
إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً
Artinya
: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS.17:32)[6]
Nabi Muhammad Saw bersabda :
Artinya : ”Hati-hatilah kamu
untuk menyepi dengan wanita, demi zat yang jiwaku ada pada kekuasaan-Nya, tidak
ada seorang lelakipun yang menyendiri dengan wanita, melainkan setan masuk di antara
keduanya. Demi Allah, seandainya seorang laki-laki berdesakan dengan batu yang
berlumuran (lumpur/ lempeng hitam ) yang busuk adalah lebih baik baginya dari
pada harus berdesakan dengan pundak wanita yang tidak halal.”(Diriwayatkan
oleh At-Thabarani dalam kitab Al-Mu’jam al-Kabir Juz VIII h.205 dan
7830).[7]
Istilah pacaran secara harfiah
tidak dikenal dalam Islam, karena konotasi dari kata ini lebih mengarah kepada
hubungan pra-nikah yang lebih intim dari sekadar media saling mengenal. Islam menciptakan aturan yang sangat
indah hubungan lawan jenis yang sedang jatuh cinta,
yaitu dengan konsep khithbah. Khithbah adalah sebuah konsep “pacaran
berpahala” dari dispensasi agama sebagai media legal hubungan lawan jenis untuk
saling mengenal sebelum memutuskan menjalin hubungan suami-istri. Konsep hubungan ini sangat
dianjurkan bagi seseorang yang telah menaruh hati kepada
lawan jenis dan bermaksud untuk menikah. Akan tetapi hubungan ini harus tetap
terbingkai dalam nilai-nilai kesalehan,
sehingga kedekatan hubungan yang bisa menimbulkan potensi fitnah sudah di luar konsep
ini.[8]
Paparan di atas menunjukkan bahwa
pacaran Islami itu sesungguhnya ada, jika
yang dimaksud adalah penjajakan awal yang dilakukan dua orang calon pasangan
suami istri. Tentu saja penjajakan tersebut dilakukan sekedar untuk mengetahui
sifat-sifat kepribadian masing-masing tanpa melampaui norma-norma agama yang
telah ditetapkan dalam ajaran suci. Sebaliknya, pacaran Islami bisa
kita katakan tidak ada jika yang dimaksud adalah praktik mesum muda-mudi yang
sering dilakukan dengan melampaui batas-batas ajaran agama. Dengan demikian,
yang diperbolehkan dalam fiqih adalah
hubungan sebatas memenuhi kebutuhan untuk sekadar mencari tahu sifat dan kepribadian
masing-masing. Di luar kebutuhan minimal seperti ini
tentunya termasuk pelanggaran agama yang mesti dijauhi, seperti
bermesra-mesraan dan berasyik-masyuk sebagaimana layaknya dilakukan oleh
pasangan suami istri.[9]
D.
Konsep Islam
Mengatur Hubungan Sepasang Remaja Yang Sedang Jatuh Cinta
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاء
وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ
وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَاللّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
Artinya
: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga).”(QS.3:14)
Redaksi di atas
tegas menjelaskan bahwa dalam diri manusia telah ditanam benih-benih cinta yang
sewaktu-waktu bisa tumbuh ketika menemukan kecocokan jiwa. Cinta dalam Islam
tidak dilarang, karena ia berada di luar wilayah kendali manusia.[10]
Agama tidak
melarang seorang berkasih-kasihan dan bercinta, karena hal tersebut merupakan
naluri makhluk. Hanya saja agama menghendaki kesucian dan ketulusan dalam
hubungan itu, sehingga ditetapkannya pedoman yang harus diindahkan oleh setiap
orang, sehingga mereka tidak terjerumus
di dalam fahisyah (zina dan kekejian lainnya).[11]
Sedangkan
konsep Islam dalam mengatur hubungan antara sepasang remaja yang sedang jatuh
cinta dan benar-benar telah berkeinginan untuk menikah adalah disunahkan segera
menikah apabila sudah berhasrat serta calon suami mampu membayar mahar dan
menafkahi. Prosedur yang dibenarkan bagi laki-laki yang sungguh-sungguh
berkeinginan meminang seorang wanita untuk lebih mengenal dan mengetahui
karakternya adalah sebagai berikut :
1.
Mengirim
delegasi untuk menyelidiki masing-masing
pasangannya, dengan syarat delegasi tersebut harus adil, dapat dipercaya dan
satu mahram atau satu jenis dengan calon yang diselidiki.
2.
Berbincang-bincang,
duduk bersama namun harus disertai dengan mahramnya.
3.
Sebatas
melihat wajah dan telapak tangan saja
(menurut syafi’iyah).
Rasulullah pernah bersabda dalam Riwayat Jabir berikut ini :
اذا خطب احدكم المراة فان استطاع ان ينظر منها الى ما يدعو الى نكاحها فليفعل
Artinya
: “Jika di antara kalian ada yang meminang perempuan maka jika ia bisa melihat si
perempuan sesuai yang ia butuhkan untuk dinikahinya, maka hendaklah ia
melakukan hal itu.”
Selain
langkah-langkah di atas, Nabi Saw., memberikan tips bagi seseorang yang hendak
memilih pasangannya, yaitu mendahulukan pertimbangan keberagamaan daripada
motif kekayaan, keturunan maupun kecantikan atau ketampanan.[13]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan Pacaran yang Islami, dapat kami simpulkan sebagai berikut :
1.
Beberapa definisi pacaran dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, yaitu :
a.
Pacar (n) : teman lawan jenis yang
tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih ; kekasih,
b.
Berpacaran : bercintaan,
berkasih-kasihan,
c.
Memacari : menjadikan sebagai pacar; mengencani.
2.
Tipe-tipe
Pacaran :
Tipe pacaran menurut Muhammad Muhyidin
dalam bukunya “Pacaran Setengah Halal Setengah Haram” terbagi menjadi
dua, yaitu : Pacaran yang memperbodoh yaitu pacaran sebagai wujud dari
pacaran yang menjadikan sepasang kekasih terjauhkan dari nilai-nilai moral
agama(moralitas agama). Pacaran yang mencerdaskan yaitu pacaran yang menjadikan Allah SWT., sebagai
pusat cinta, menjadikan keridhaan-Nya sebagai tujuan cinta, dan menjadikan
cinta-Nya sebagai acuan untuk mengembangkan cinta di antara mereka.
3.
Pacaran Dalam Perspektif Hukum Islam
a.
Pacaran Islami
itu sesungguhnya ada, jika yang dimaksud adalah penjajakan awal yang dilakukan
dua orang calon pasangan suami istri, sekedar untuk mengetahui sifat-sifat
kepribadian masing-masing tanpa melampaui norma-norma agama yang telah
ditetapkan dalam ajaran suci.
b.
Pacaran Islami bisa dikatakan
tidak ada jika yang dimaksud adalah praktik mesum muda-mudi yang sering
dilakukan dengan melampaui batas-batas ajaran agama.
c.
Konsep Islam
Mengatur Hubungan Sepasang Remaja Yang sedang Jatuh Cinta yaitu prosedur yang
dibenarkan bagi laki-laki yang sungguh-sungguh berkeinginan meminang seorang
wanita :
1)
Mengirim
delegasi untuk menyelidiki masing-masing
pasangannya, dengan syarat delegasi tersebut harus adil, dapat dipercaya dan
satu mahram atau satu jenis dengan calon yang diselidiki.
2)
Berbincang-bincang,
duduk bersama namun harus disertai dengan mahramnya.
3)
Sebatas
melihat wajah dan telapak tangan saja
(menurut syafi’iyah).
4)
Tidak ada
keraguan atau prasangka akan ditolaknya lamarannya.
B.
Saran
1.
Bagi para remaja pada umumnya, “Pegang
terus etika pergaulan dalam keseharian sesuai dengan syariat agama.”
2.
Bagi para remaja Islam yang sedang
jatuh cinta dan sudah berkeinginan
menikah, “Lakukan ta’aruf Islami lalu (Khitbah) dan segeralah
menikah.”
DAFTAR PUSTAKA
Azka, Darul dan M. Zainuri. Potret Ideal hubungan
suami Istri,’Uqud
al-Lujjayn dalam disharmoni Modernitas dan Teks-teks
Religious. Kediri : Lajnah Bahtsul Masa’il, 2006.
Muhyidin, Muhammad. Pacaran Setengah Halal dan
Setengah Haram. Jogyakarta : Diva Press, 2008.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-3. Jakarta : Balai Pustaka, 2005.
Shihab, M. Quraish. Fatwa-fatwa M. Quraish Shihab :
Seputar Ibadah dan Mu’amalah. Bandung : Mizan, 1999.
Team Kodifikasi
Abiturien 2007(DIVA ’07) Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Pon-Pes Lirboyo
Kediri. Dokumenter Manhaj solusi Umat Jawaban Problemtika Kekinian. Kediri
: Purna siswa Aliyah, 2007.
Tihami dan Sohari Sahrani. Fikih Munakahat : Kajian
Fikih Nikah. Jakarta : Rajawali Pers, 2009.
Yasid, Abu ,.et.al.Fiqh Today Fatwa Tradisionalis Untuk Orang Modern. Jakarta : Erlangga, 2007.
[1] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Besar bahasa Indonesia, Edisi ke-3(Jakarta : Balai Pustaka, 2005),807.
[2]
M. Quraish
Shihab, Fatwa-fatwa M.
Quraish Shihab : Seputar Ibadah dan Mu’amalah (Bandung :
Mizan, 1999), 242.
[3]
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih
Munakahat : Kajian Fikih Nikah(Jakarta : Rajawali Pers, 2009), 21.
[4]
Muhammad Muhyidin, Pacaran Setengah
Halal dan Setengah Haram (Jogyakarta : Diva Press, 2008),275-281.
[7]
Darul Azka dan M. Zainuri, Potret
Ideal hubungan suami Istri,’Uqud al-Lujjayn dalam disharmoni Modernitas dan Teks-teks
Religious(Kediri : Lajnah Bahtsul Masa’il, 2006),234.
[8]
Team Kodifikasi Abiturien 2007(DIVA ’07) Madrasah Hidayatul
Mubtadi-ien Pon-Pes Lirboyo Kediri, Dokumenter Manhaj Solusi Umat Jawaban
Problemtika Kekinian (Kediri
: Purna Siswa Aliyah,2007),
[9]
Abu Yasid,et.al.Fiqh Today Fatwa
Tradisionalis Untuk Orang Modern (Jakarta : Erlangga, 2007),107-108.
[10]
Team Kodifikasi Abiturien 2007(DIVA ’07) Madrasah Hidayatul
Mubtadi-ien Pon-Pes Lirboyo Kediri, Dokumenter Manhaj solusi Umat Jawaban
Problemtika Kekinian…
[12]
Kodifikasi Angkatan Santri 2009(Kang Santri ’09), Kang Santri Menyingkap
Problematika Umat (Kediri : Purna Siswa III Aliyah, 2009),
Tidak ada komentar:
Posting Komentar